Jika
Anda sering mengunjungi kawasan Senayan pada minggu pagi untuk
berolahraga, mungkin kelompok orang dengan tunggangan sepeda tua tetapi
bergaya masa kini sudah tidak asing lagi di mata Anda. Keberadaan mereka
memang sangat menyita perhatian warga yang berolahraga di kawasan
Senayan – Jakarta. Mereka menjatidirikan kelompoknya dengan nama Jakarta
Street Low rider.
Awalnya,
pada saat didirikan anggota komunitas ini masih terbatas pada
orang-orang yang memang menekuni secara serius hobi sepeda. Namun, saat
ini anggota komunitas ini juga telah merambah ke berbagai kalangan, dari
kalangan anak usia SD hingga kalangan eksekutif. Perkumpulan yang
mengadaptasi perkumpulan “kaum kulit hitam” di Amerika Serikat ini mulai
marak di Jakarta tahun 2005 lalu. Kala itu banyak sepeda “Low Rider”
tampil dalam video klip musisi-musisi dalam negeri. “Sebenarnya frame
“Low Rider” sudah ada sejak lama, sekitar tahun 1970-an lah, tetapi
dahulu sebutannya mini kumbang. “Low Rider” sendiri menjadi sebutan
pergerakan modifikasi sepeda. Boleh dibilang pioneer-nya lah,” jelas
Haris Wirawan, salah seorang koordinator Jakarta Street Low Rider.
Lalu, apa sih keunikan dari komunitas ini? Jakarta Street Low Rider menjadi unik karena, sepeda yang mereka gunakan sangat berbeda dengan sepeda lain yang biasa kita saksikan hilir-mudik di jalan-jalan. Ya, Tunggangan mereka merupakan sepeda tua yang dimodifikasi dengan berbagai gaya terkini. Seperti, menggunakan stang panjang layaknya motor-motor Harley, atau fork (garpu) yang diberi suspensi untuk membuat pengendara nyaman kala sepeda melaju di jalan. Ciri mencolok komunitas ini adalah sepeda mereka menggunakan frame Rainbow (batangan sepeda yang berbentuk melengkung seperti pelangi).
Dengan segala keunikan yang dimiliki, apakah tunggangan mereka benar-benar nyaman untuk dikendarai? Belum tentu, seperti diutarakan Haris. Sepeda-sepeda “Low Rider” lebih mengedepankan sisi artistik dari bentuk sepeda, bukan mengedepankan manfaat serta kegunaan dari satu sepeda.
“Sepeda
yang kita gunakan sepeda “gaya”, ya, sekedar untuk senang-senag saja.
Jadi jangan harap kalau pengendaranya akan merasa nyaman saat
mengendarainya, bahkan dinegara asalnya saja (Amerika) karena uniknya
sepeda sejenis, pengendaranya menjalankan sepeda yang ditunggangi bukan
dengan cara mengayuh sadel sepeda, tetapi mendorongnya dengan kaki, ”
papar Haris sambil mencontohkan gaya orang Amerika tersebut.
Lalu, apa sih keunikan dari komunitas ini? Jakarta Street Low Rider menjadi unik karena, sepeda yang mereka gunakan sangat berbeda dengan sepeda lain yang biasa kita saksikan hilir-mudik di jalan-jalan. Ya, Tunggangan mereka merupakan sepeda tua yang dimodifikasi dengan berbagai gaya terkini. Seperti, menggunakan stang panjang layaknya motor-motor Harley, atau fork (garpu) yang diberi suspensi untuk membuat pengendara nyaman kala sepeda melaju di jalan. Ciri mencolok komunitas ini adalah sepeda mereka menggunakan frame Rainbow (batangan sepeda yang berbentuk melengkung seperti pelangi).
Dengan segala keunikan yang dimiliki, apakah tunggangan mereka benar-benar nyaman untuk dikendarai? Belum tentu, seperti diutarakan Haris. Sepeda-sepeda “Low Rider” lebih mengedepankan sisi artistik dari bentuk sepeda, bukan mengedepankan manfaat serta kegunaan dari satu sepeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar